Melakukan pengereman mungkin terdengar sederhana. Tinggal injak pedal rem. Padahal, melakukan pengereman juga bisa berbahaya bila salah penggunaannya? Agar aman, perhatikan dan lakukan pengereman agar aman.
Hal yang perlu diketahui pertama-tama adalah jarak pengereman. Setiap kendaraan butuh jarak berbeda-beda untuk berhenti. Ada beberapa faktor yang turut memengaruhi selisih jarak itu, baik eksternal maupun internal.
Faktor dalam (internal) meliputi bobot kendaraan, kondisi kendaraan, kecepatan, profil dan kompon ban, sistem rem dan teknik pengereman, sedangkan faktor luar adalah kondisi jalan atau cuaca.
Ada beberapa teknik pengereman yang dikenal yaitu normal braking (ease and squeeze), threshold, dan pulse braking. Teknik ini membutuhkan pengenalan jenis dan sistem rem yang dipakai di kendaraan.
Pada generasi mobil lama, umumnya, mobil dilengkapi rem cakram di depan dan tromol di belakang, tetapi ada pula yang dilengkapi dengan rem cakram di tiap roda.
Selain itu saat ini sudah umum digunakan sistem anti lock braking system (ABS). Untuk kendaraan dengan sistem ABS memiliki indikator di panel instrumen.
Teknik pengereman pada kedua sistem itu jelas berbeda. Pada kendaraan bersistem ABS, justru menginjak habis pedal rem sangat disarankan karena ban tidak mengunci dan mobil masih bisa diarahkan. Terutama pada permukaan jalan basah, sistem ini dapat terus memberi kontrol pengendalian pada pengemudi.
Sebaliknya, pada mobil tanpa ABS, roda bisa langsung mengunci dan mobil hanya bergerak lurus. Di sini menginjak pedal rem dengan cara memompa (pulse braking) dengan tekanan dan frekuensi tetap, sehingga pengendalian masih bisa dilakukan.
Pada kondisi mengerem di tikungan, sebisa mungkin sembari diimbangi dengan menurunkan gigi (engine brake) sebelum setir mulai dibelokkan dan membalas gaya yang terjadi pada setir (counter steer).
Teknik serupa juga bisa diterapkan pada jalanan licin karena basah atau berpasir.
Engine brake dengan memindah gigi ke posisi lebih rendah akan membantu kinerja rem konvensional.
Pada kendaraan yang telah dilengkapi electronic brake distributor (EBD) pengendalian laju kendaraan akan lebih mudah karena kerja EBD yang membagi porsi pengereman pada tiap-tiap roda sesuai dengan kebutuhan pada kondisi jalan serta kecepatan laju mobil. Mengenal ABS
ABS sudah dikenal di Indonesia sejak 1990-an. Jika dulu sistem ini hanya digunakan oleh mobil-mobil premium, belakangan ini sudah hampir semua mobil kelas menengah menerapkan sistem ini.
Sayang, banyak pemilik mobil yang menganggap bahwa mobil yang telah dilengkapi ABS memiliki jarak pengereman lebih dekat, sehingga pengemudi terlena dan enggan menginjak pedal rem lebih keras.
Selain itu, getaran di pedal rem saat ABS bekerja kerap membuat kaget sehingga pengemudi langsung mengangkat kaki dari pedal rem. Hal ini jelas berbahaya, karena rem menjadi tidak bekerja sama sekali.
Pertama-tama kita harus tahu prinsip kerja ABS. Teknologi ini bekerja berdasarkan kemampuan traksi ban. Saat pengereman darurat, sensor di roda mendeteksi sesaat ban mulai terkunci.
Kemudian secara otomatis, komputer memerintahkan piston di kaliper rem untuk melepaskan tekanannya agar ban berputar. Sesaat setelah melepas tekanan, rem bekerja kembali. Proses ini berlangsung sangat cepat dan hal inilah yang membuat getaran di pedal rem.
ABS tidak memperpendek jarak pengereman, tetapi membuat mobil tetap dapat dikendalikan saat pengereman keras, karena ban masih memperoleh traksi, sehingga pengemudi dapat mengarahkan kendaraan ke posisi aman.
Rem dengan ABS tidak efektif saat di jalan tanah atau gravel. Kerikil akan membuat sensor ABS mendeteksi ban tidak mendapat traksi sehingga piston di kaliper akan melepas tekanan lebih cepat. (algooth.putranto@bisnis.co.id)
Algooth Putranto
Sumber: Bisnis Indonesia